Senin, 04 Juni 2012

batik


Kerajinan Tradisional Dengan Tangan


Kain Ulos: Kerajinan Tradisional Batak Provinsi Sumatra Utara

1. Asal Usul

Menurut pandangan orang-orang Batak, ada tiga sumber kehangatan (panas) bagi manusia, yaitu matahari, api, dan Ulos (http://tanobatak.wordpress.com/). Tentu tidak akan menimbulkan pertanyaan jika dikatakan bahwa matahari dan api merupakan sumber panas, tetapi tidak demikian dengan kain Ulos. Adalah wajar jika kemudian orang-orang non Batak mempertanyakan kain Ulos sebagai sumber panas atau kehangatan


Kain Sasirangan (Kerajinan Tradisional Kalimantan Selatan)




1. Asal Usul
Kain Sasirangan merupakan salah satu hasil kebudayaan masyarakat Kalimantan Selatan yang diwariskan secara turun temurun (http://www.pintunet.com). Kain ini oleh masyarakat setempat digunakan untuk membuat pakaian adat, yaitu pakaian yang digunakan orang-orang Banjar baik oleh kalangan rakyat biasa maupun keturunan para bangsawan untuk melaksanakan upacara-upacara adat 



Cara Membuat Batik





Batik, merupakan salah satu dari beragam kebudayaan kerajinan bernilai  tinggi yang di miliki oleh bangsa Indonesia.  Seluruh dunia pun telah mengakui bahwa kebudayaan kerajinan Batik merupakan kebudayaan asli milik bangsa Indonesia, hal ini dipertegas oleh UNESCO (lembaga di bawah PBB) dengan meresmikan Batik sebagai ikon budaya bangsa yang memiliki keunikan serta simbol dan filosofi yang mendalam mencakup siklus kehidupan manusia pada tanggal 2 Oktober 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.Seni budaya bangsa yang mencerminkan pribadi bangsa ini yang telah di wariskan dari generasi ke generasi , merupakan tanggung jawab kita sebagai anak bangsa untuk melestarikan kebudayaan kerajinan bernilai tinggi ini.


Untuk melestarikan kebudayaan bangsa yang bernilai seni tinggi dan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan kaum wanita khususnya anggotanya, maka Kopwan Setia Bhakti Wanita Jawa Timur telah mengadakan Pelatihan Ketrampilan Batik pada tanggal 19, 22, 23 dan 26 Juni 2009. Berikut adalah cara untuk membuat batik tulis seperti yang telah disampaikan pada pelatihan ketrampilan Batik :
Pendahuluan
Untuk membuat “Batik Tulis” dibutuhkan antara lain :
-          Kain putih putih lebar 1,10 meter dan ini kita sebut “White Cambric”.  Jadi khusus / special kain tersebut untuk batik. Biasanya kain tersebut harus kita beli 1 piece, dan ini berukuran 17 ½ yard x42 inch. Dari kain berukuran ini dapat kita bagi menjadi 6 helai kain. Tetapi sekarang di Jogja dan Solo kita dapat membeli 1 lembar atau beberapa lembar yang kita butuhkan ( 1 lembar=2 ½ meter)
Cara mengolah kain :
Sebelum kain ini di batik, kita cuci terlebih dahulu, dan kalau akan di batik dengan menggunakan warna (seperti kain dari pekalongan ), harus di “ketel” atau di “loyor” terlebih dahulu. Sesudah di cuci atau di ketel, lalu di “kanji” di teruskan dengan di “kemplong”. Dan mencucinya tidak boleh menggunakan sabun, maksud dari pencucian tersebut ialah untuk menghilangkan kanji pabrik dan lemak.
Yang di butuhkan untuk membatik:
-          1 kompor kecil atau anglo kecil (prapen)
-          1 wajan kecil dan malam batik
-          5 biji canting, yang terdiri dari ( 1 untuk ngengreng / klowongan, 1 untuk isen-isen, 1 untuk cecekan/ titik-titik, 1 untuk tembokan, 1 untuk seret dua / garis yang berjejeran )
-          Beberapa helai “ijuk” yang halus sampai yang kasar, ini kita pergunakan untuk “menyogok” bila canting yang kita pakai buntu. Cara mengetel atau mengloyor kain putih tersebut di cuci tanpa sabun lalu di jemur sampai kering.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mengetel :
  1. Minyak kacang : minyak klenteng, minyak jarak atau minyak wijen
  2. Air abu dari merang, abu dapur atau soda pabrik. Biasanya yang kita pakai landa merang dengan minyak kacang dengan perbandingan :
-          75 cc minyak kacang, 20 gr air merang (landa), ½ liter atau 1 liter air biasa (ini ukuran untuk 1 lembar kain putih )
Tahap Pertama:
Air ½  liter di campur dengan 20 gr landa atau air merang atau air soda abu dan di adul-aduk samapai campur betul. Kemudian minyak kacang 75 cc dimasukkan campuran tersebut akan menjadi berwarna kuning dan akhirnya berubah menjadi putih seperti susu. Kain putih yang sudah di cuci dan kering tadi dimasukkan, diaduk / di uleni sampai rata, lalu di jemur sampai kering. Pengadukkan (menguleni) ini diulangi sampai 20 x , dan setiap kali pengadukan air yang seperti susu tadi di tambahai ½ liter air soda / landa . Sesudah di uleni sampai bersih tanpa sabun lalu di kanji. Jika mengkanji kain tersebut jangan langsung di jemur, tetapi dibiarkan dahulu sampai air kanjinya sampai habis menetes, kalau sudah agak mengering, baru di jemur sampai kering. Kemudian di “kemplong”.
Caranya Mengemplong :
Kain yang telah kering tadi lalu di gulung, ditaruh diatas kayu yang halus , panjangnya kira-kira 1 meter dan kain tersebut dipukul-pukul dengan palu kayu. Agar kain tersebut tidak kotor, sebaiknya dibungkus dengan kain putih. Kita pukul-pukul sampai kain tersebut halus, karena itu tidak boleh di setrika, sebab serta kain akan tertarik dan akan merusak batikan kita.
Caranya Membatik :
Malam dimasukkan dalam wajan, dipanaskan sampai cair, canting klowongan dimasukkan dalam malam yang panas, kita ambil sedikit, baru kita mulai membatik pada kain putih tersebut. Cara menggambar di atas kain (membatiknya) harus terlihat dari belakang, agar supaya kelihatan di batik dibaliknya (di terusi) dan tidak mudah hilang, kalau nantinya diberi warna








Jumat, 01 Juni 2012

kerajinan kulit telor


Menggores untung dari kerajinan kaligrafi cangkang telur

  




Banyak orang menganggap cangkang atau kulit telur sebagai sampah tak bernilai. Namun, bagi mereka yang jeli melihat peluang, cangkang telur bisa menjadi bahan kerajinan kaligrafi nan indah. Perajin pun bisa meraup omzet hingga puluhan juta. Tak hanya itu, kerajinan kaligrafi cangkang telur ini bisa menembus pasar ekspor.

Siapa bilang cangkang atau kulit telur tak memiliki nilai ekonomis. Lewat sentuhan tangan-tangan kreatif, cangkang telur yang sudah tak terpakai bisa disulap menjadi kerajinan kaligrafi nan cantik dan diminati pasar luar negeri. 

Bertempat di sebuah workshop, di daerah Lubang Buaya, Jakarta, Cahyudi Susanto mengembangkan kerajinan kaligrafi berbahan kulit telur. Cahyudi yang akrab disapa Yudhi ini mengaku ketertarikannya menggunakan kulit telur sebagai bahan kaligrafi ini karena ia peduli terhadap lingkungan. "Di sekitar tempat tinggal saya, banyak berserakan sampah telur," kata Yudhi, yang juga masih seorang karyawan perusahaan swasta ini. 
 





Lantas, ia melihat peluang pembuatan kerajinan dari kulit telur. Yudhi pun melakukan kolaborasi antara seni dan religi sebagai lahan bisnisnya. 
Sebelum menggeluti usaha ini, Yudhi memang memiliki hobi menggambar dan menulis kaligrafi dengan media kertas ataupun komputer. Baru pada 2009, inspirasi Yudhi untuk membuat seni kulit telur ini muncul. 

Semangat Yudhi ini pun terus terpacu, karena dua alasan. Pertama, ia bisa mendapatkan cangkang-cangkang telur ini gratis. Kedua, bahan baku cangkang telur ini juga mudah di cari. "Dalam seminggu, saya bisa memperoleh empat kantong kresek besar," jelas Yudhi. 

Karena ingin mempertahankan warna alami dari telur, Yudhi tidak mencampurkan bahan pewarna tambahan untuk pembuatan kaligrafinya. Alhasil, Yudi hanya mengolah tiga warna untuk mempercantik kerajinan kaligrafinya. 

Ketiga warna tersebut diperoleh dari tiga jenis telur yang berbeda. Warna putih diperoleh dari kulit telur ayam kampung. Warna cokelat berasal dari kulit telur ayam negeri. Adapun, warna biru didapat Yudhi dari kulit telur bebek. 

Membuat kaligrafi dari kulit telur ini juga tak mudah. Yudhi harus melalui lima tahap dalam pembuatan kaligrafi berbahan kulit telur ini. 

Terlebih dulu, ia harus mencuci cangkang telur dan dijemur hingga kering. "Yang perlu diperhatikan adalah pada saat menjemur, karena lukisan akan mengeluarkan bau amis jika cangkang tidak benar-benar kering," kata Yudhi.
 

Ketika memulai pembuatan kaligrafi ini, Yudhi memilih untuk membuat background atau gambar latar terlebih dahulu. Pasalnya, jika langsung membuat tulisan inti, hasil yang diperoleh akan kurang memuaskan. Background akan mendominasi gambar sehingga justru menutupi tulisan kaligrafinya "Bentuk tulisannya nanti timbul," jelas Yudhi. 

Untuk menempelkan pecahan-pecahan cangkang telur, Yudhi hanya membutuhkan lem kayu sebagai perekat. Sebelum melalui tahap finishing, kaligrafi terlebih dulu dihaluskan dengan menggunakan amplas supaya teksturnya keluar.

Untuk membuat satu buah kerajinan kaligrafi, Yudhi membutuhkan waktu hingga tiga hari. Tak heran, banderol harga produk seni ini lumayan mahal. Yudhi menjual satu kaligrafi cangkang telur ini berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Selain tingkat kerumitan dalam pembuatan, patokan harga juga tergantung dari ukurannya. 
 Hanya, karena tak menjadi pekerjaan utama, produksi kaligrafi Yudhi juga tak banyak. Dalam sebulan, ia hanya mampu membuat sepuluh kaligrafi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Yudhi pun menghitung, omzet penjualan yang didapatkan dari penjualan kaligrafi berkisar Rp 20 juta. 

Meski begitu, konsumen Yudhi sudah beragam. Tak hanya diminati oleh konsumen di pasar lokal atau domestik, kaligrafi cangkang telur ini juga dilirik oleh konsumen di negeri tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darusalam. Maklum, selain unik, produk kaligrafi ini juga kuat. Pasalnya, kulit telur banyak mengandung kalsium, sehingga tidak akan mudah rapuh oleh serangan rayap. 

Yudhi bilang, selain memanfaatkan sampah menjadi barang bernilai guna, penggunaan cangkang telur juga dapat menyerap karbondioksida (CO2) sebanyak tujuh kali dari berat telur.

Selain Yudhi, kerajinan kaligrafi dari cangkang telur ini juga ditekuni oleh Hendra Setiawan. Pria asal Martapura, Kalimantan Selatan ini tertarik menggeluti kerajinan berbahan cangkang telur setelah melihat tayangan televisi yang mengulas tentang pemanfaatan cangkang telur. Lantas, ia pun mencoba mengembangkan kerajinan kaligrafi. 



Selain dari para tetangganya, Hendra memperoleh cangkang-cangkang telur dari pedagang martabak yang mangkal di sekitar tempat tinggalnya. Alhasil, dalam sehari, Hendra bisa mengumpulkan hingga 200 butir cangkang. "Saya mendapatkan cangkang-cangkang telur ini secara gratis," ujar Hendra, yang mulai menekuni usaha ini sejak satu tahun yang lalu.

Dengan bantuan beberapa anggota keluarganya, Hendra membutuhkan waktu sekitar lima hari hingga satu minggu. Dengan waktu selama ini biasanya menghasilkan satu model kaligrafi dengan ukuran 40 cm x 60cm. 

Jika dibandingkan dengan harga jual kaligrafi buatan Yudhi, banderol harga kaligrafi cangkang telur milik Hendra lebih murah. Ia mematok harga Rp 250.000 untuk tiap karyanya. 

Meski masih dalam skala kecil, penjualan kaligrafi cangkang telur buatan Hendra ini sudah menjangkau kota-kota besar yang ada di Kalimantan. 

Namun tak seperti perajin produk-produk yang bernapaskan Islam lainnya, Hendra maupun Yudhi tak bisa menikmati berkah di bulan Ramadhan. Menurut pengalaman mereka, semakin mendekati bulan Ramadhan, biasanya penjualan kaligrafi-kaligrafinya tersebut cenderung stabil, dan tidak ada lonjakan permintaan.